SEKAYU,SEKTOR168.COM – Gugatan Class Action yang dilayangkan oleh Barisan Harian Sriwijaya (BAHARI) terhadap PT Baturona Adi Mulya yang diberikan kuasa kepada Muba International Law Office (MILO) memasuki masa Persidangan Perdana, bertempat di Pengadilan Negeri Sekayu, Rabu (17/12/2020).
Sebelumnya diketahui, PT Baturoba Adi Mulya desa Supat Barat, kecamatan Babat Supat, kabupaten Musi Banyuasin adalah sebagai Tergugat, dan beberapa turut tergugat yaitu Kementerian ESDM, KLHK, Gubernur Sumsel, dan DLH Muba.
PT Baturona Adi Mulya digugat karena diduga telah melakukan perbuatan Ingkar Janji (Wanprestasi). Dengan perbuatan dengan menimbulkan kerugian kepada Masyarakat Supat Barat, kecamatan Babat Supat, kabupaten Musi Banyuasin.
Advokat Dr Wandi Subroto SH MH didampingi oleh Advokat Andri Koswara SH MH, Advokat Suyanto SH MH dan beberapa Rekan lainnya mengungkapkan, Hak atas lingkungan yang sehat dan baik tertuang dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 Ayat (3) UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 65 Ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga, Negara (Pemerintah) dan pelaku usaha wajib untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.
“ Masyarakat atau Lembaga Lingkungan Hidup berhak memperjuangkan hak tersebut. Bahkan, Pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata. Saya berharap, ada yang menggugat karena hukum memberi ruang,” ujar Advokat sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Rahmaniyah Sekayu (STIHURA).
Dia melanjutkan, didalam Pokok Perkara menerima dan mengabulkan untuk seluruhnya, menyatakan tergugat dan turut tergugat lalai dalam melaksanakan kewajiban dalam menciptakan upaya konservasi dan reklamasi serta pascatambang yang dilakukan sesuai dengan karakteristik fisik lingkungan.
” Menyatakan tergugat dan para turut tergugat telah lalai sehingga mengakibatkan kerugian Materil dan Inmateril. Menghukum dan memerintahkan tergugat dan Para Tergugat untuk segera melakukan Evaluasi seluruh tim pertambangan serta melakukan Kordinasi dengan instansi dan Organisasi Lingkungan Hidup,” jelas Wandi.
Kemudian, Segera mewajibkan dan mengawasi pelaku usaha untuk merealisasikan reklamasi lahan yang mengalami pengurangan pasca aktivitas penambangan, kehilangan Volume yang telah ditambang sebesar 44.467.252 HA MP.
” Dengan Harga Kehilangan sebesar 44.467.252 x Rp. 70.000,- = Rp. 3.112.707.640.000,- (Tiga Triliun Seratus Dua Belas Miliar Tujuh Ratus Tujuh Juta Enam Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah) pascatambang untuk perbaikan fungsi Lingkungan Hidup,” papar dia dihadapan tim media.
Sementara itu Direktur BAHARI Jhon Kenedy usai Persidangan mengatakan, setelah kita lakukan Investigasi secara Ekspisif ternyata terkuat tidak ada Reklamasi Pasca tambang oleh Pihak Perusahaan PT Baturona Adi Mulya terhadap area tersebut.
” Karena itu adalah Areal Eksploitasi Pertambang Batu Bara, dari yang kita lihat disana areal tersebut seperti danau yang sudah biru seperti laut. Jadi menurut kami, sudah hampir satu tahunan lebih tidak ada tanggungjawab dari pihat PT Baturona Adi Mulya,” beber dia.
Sementara kalau kita lihat didalam peraturan Perundang-undangan tentunya kewajiban Reklamasi Pasca Tambang harus dilakukan oleh Perusahaan, kalau lah memang itu areal awalnya bisa tanami padi, tanah tersebut haruslah dikembalikan seperti semula.
” Sementara sampai hari ini luar biasa lokasinya tidak terawat, baik secara kerusakan lahan, permukaan tanah, sampai hal-hal yang merugikan lainnya sudah kami sampaikan kepada pihak kuasa hukum kami,” ucap dia.(Hs/tim)
_